Rabu, 16 Maret 2011

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Pendahuluan
          Adalah tugas para Nabi dan Rasul as. memberikan bimbingan kepada umat manusia agar dapat menjalankan kehidupan dengan baik dan benar, dan mendidik mereka agar menjadi manusia yang mempunyai kesadaran intelektual dan ketajaman spiritual. Tugas ini tidaklah mudah, meskipun mereka adalah manusia-manusia yang terbaik pada zaman mereka sehingga mereka dipilih oleh Allah swt. menjadi utusan-utusabNya.
          Aneka macam cobaan dan ujian mereka alami, dan berbagai tantangan, gangguan dan siksaan mereka hadapi dari umat manusia. Tidak sedikit dari mereka yang dibunuh oleh umat mereka sendiri. Dari sekian banyak Nabi dan Rasul hanya beberapa Nabi dan Rasul saja yang dapat menciptakan sebuah masyarakat yang kuat dan berpengaruh, seperti, Nabi Sulaiman as., Nabi Dawud as. dan Nabi Muhammad saw. Perlu dicatat bahwa keberhasilan dalam terminologi mereka dan para pejuang tidak diukur dengan perolehan atas kekuasaan, materi dan jumlah pengikut. Keberhasilan diukur sejauh mana mengabdikan diri kepada Allah swt. dan sesama umat manusia.
           Secara spesifik, Nabi Muhammad saw. merupakan dari sedikit Nabi yang telah berhasil, dalam arti memperoleh kekuasaan dan kekuatan yang cukup disegani oleh musuh-musuhnya, serta pengikut yang banyak di saat beliau masih hidup.
Oleh karena itu, kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad saw. sangat fenomenal dan mengundang decak kagum para pengamat sosial. Karena pada umumnya, sepanjang sejarah manusia, pembawa suara kebenaran dan keadilan selalu tidak mempunyai kekuatan. Mereka termarjinalkan di pingiran kebisingan pesta para penguasa yang serakah. Mereka tenggelam dalam arus manusia yang rakus dan arogan. Jumlah pengikut mereka biasanya sedikit dan hidup dalam keterancaman.
           Kehidupan dan perjuangan Nabi Muhammad saw. dikecualikan dari situasi dan kondisi umum para Nabi dan pejuang di atas, meskipun beliau pada separuh masa perjuangannya mengalami situasi dan kondisi yang sama. Beliau telah berhasil membangun masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat yang berperadaban Islam dalam tempo yang relatif singkat. Masyarakat Arab yang terbelakang menjadi pioner kemerdekaan, pembawa suara kebenaran dan keadilan dan penyebar ilmu pengetahuan di sentero dunia selama mereka mengikuti ajaran beliau.
Makalah ini mencoba menyingkap rahasia dibalik keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam merubah masyarakat jahiliyyah ke masyarakat berperadaban.

Arti Peradaban

            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan dua arti peradaban; 1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin: bangsa-bangsa di dunia ini tidak sama tingkat perdabannya; dan 2)hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa. 
             Peradaban dalam bahasa Arab disebut dengan al hadhârah atau al tamaddun atau al ‘umrân. Menurut Ibnu Khaldun, al hadhârah adalah sebuah periode dari kehidupan sebuah masyarakat yang menyempurnakan periode primitif (al badâwah)dari masyarakat itu, karena al hadhârah adalah puncak dari al badâwah.  
Dia juga menyebutnya dengan al tamaddun dan al ‘umrân;

ولهذا نجد التمدن غاية للبدوي يجري اليها  

فمتى كان العمران اكثر كانت الحضارة اكمل، كما ان الحضارة في العمران ايضا

Kata ‘umrân ini digunakan dalam Qur’an.
           Dr. Muhammad Kâdzim Makki menyebutkan beberapa elemen dan kriteria peradaban;
1)    Khazanah kemanusiaan. Artinya setiap masyarakat manusia mempunyai cara tersendiri dalam memperoleh kenyamanan hidup mereka, dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan dalam berinteraksi sosial dan komunikasi, dimulai dari yang sangat primitif sampai dengan yang modern.   
2)    Akal (pengetahuan) sebagai ciri yang paling menonjol dari peradaban. Akal adalah yang membedakan manusia dari binatang. Dengannya manusia terus mengalami perkembangan yang tiada henti.
3)    Eksperimen (tajribah) sejarah. Setiap generasi dari sebuah masyarakat  mewarisi cara hidup dari generasi sebelumnya dan mencoba mengembangkan warisan itu, karena tidak mungkin satu generasi tiba-tiba menciptakan penemuan tanpa pengetahuan atau pengalaman yang diwarisinya dari generasi sebelumnya..
4)    Struktur geografis. Sebuah peradaban pada satu masyarakat sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis yang meliputinya.  

            Berdasarkan keterangan Kâdzim Makki, maka setiap masyarakat dan bangsa mempunyai peradaban tersendiri, namun yang satu lebih maju dari yang lain, karena perbedaan elemen-elemen tersebut.

Peradaban Bangsa Arab Sebelum Islam

             Arab sebagai sebuah bangsa dan masyarakat mempunyai peradaban sendiri sesuai dengan lingkungan intelektual, sosial dan geografis mereka. Menurut para ahli sejarah Arab bahwa bangsa Arab terdiri tiga kabilah besar yang utama; al Bâidah, al Âribah dan al Musta’rabah.. Sebagian dari keturunan mereka mempunyai peradaban yang cukup tinggi, seperti kaum Tsamûd dan ‘Âd yang dapat membangun istana dan tempat tinggal mereka dari batu dan gunung. Juga bangsa Arab yang tinggal di Saba’ dan Ma’rib daerah Yaman. Al Mas’udi menceritakan tentangnya, ” Sesungguhnya tanah Saba’ termasuk tanah yang sangat subur dan kaya di daerah Yaman ”.
            Seorang orientalis ke-araban,Gustav lebon menyimpulkan bahwa ada tiga indikasi perdaban bangsa Arab yang cukup tinggi sebelum munculnya Islam;             1) Adanya bahasa yang tinggi, 2) adanya hubungan dengan bangsa-bangsa lain dan 3) adanya bangunan-bangunan yang besar dan kokoh . Peradaban mereka hancur jauh sebelum munculnya Islam.
             Al Mas’udi menyebutkan bahwa keyakinan bangsa Arab macam-macam; ada yang monoteis dan meyakini hari kebangkitan, pahala dan siksaan, ada yang meyakini Tuhan dan akhirat tetapi mengingkari utusanNya dan menyembah berhala, ada yang cenderung ke ajaran Yahudi dan Nashrani dan lain sebagainya.
              Kabilah Quraisy, secara khusus, meskipun tidak semaju bangsa Arab sebelumnya , tetapi mereka mempunyai peradaban tersendiri. Menurut para ahli sejarah dan keterangan Hadis, mereka adalah termasuk keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim as. Oleh karena itu, mereka merasa yang berhak menjaga Ka’bah sebagai warisan yang ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Beberapa ajaran dan tradisi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail masih mereka jalankan sebelum lahirnya Nabi Muhammad saw. seperti, thawaf dan sa’i. Karena posisi mereka sebagai penjaga Ka’bah, Quraisy adalah kabilah Arab yang paling dihormati oleh kabilah-kabilah Arab lainnya.
            Dari sisi pengetahuan dan tekhnologi pada saat itu, mereka sangat terbelakang dibandingkan dengan bangsa Romawi dan Persia. Tradisi komunikasi mereka terbatas pada lisan saja, dan mereka dalam hal ini sangat maju. Arena perlombaan syair kerap diadakan setiap musim haji di pasar ‘Ukadz. Mereka sebagaimana yang disebutkan dalam surat Quraisy terbiasa mengadakan pejalanan ke Syam dan Yaman untuk berdagang.
             Para ahli sejarah menjelaskan ada beberapa tradisi Arab yang positif sebelum munculnya Islam. misalnya, ketika terjadi perselisihan antara suku, maka setiap suku  mengutus orang yang paling terhormat di antara mereka untuk mengadakan perundingan (al hilf). Salah satu perundingan mereka, adalah hilf al fudhûl. Nabi saw. pernah berkomentar tentang perundingan ini, “ Aku pernah menghadiri sebuah perundingan di rumah Abdullah bin Jadz’an. Anak unta yang masih merah tidak lebih aku senangi darinya. Andaikan aku diundang untuk menghadiri seperti itu, niscaya aku akan menyambutnya”.

Nabi saw. Merubah Peradaban Jahiliyyah ke Peradaban Islam
             Sebenarnya peradaban merupakan bagian dari fitrah manusia. Artinya setiap manusia ingin maju dan berkembang demi kenyamanan dan kesejahteraan hidup mereka, baik dalam kehidupannya yang bersifat individual maupun sosial. Para Nabi as. berperan meluruskan arah kemajuan yang diinginkan manusia agar tidak menyimpang ke arah yang membahayakan kehidupan mereka. Berkenaan dengan ini, Imam Ali bin Abi Thalib as. berkata, “
“ Lalu (Allah) mengutus di tengah mereka rasul-rasulNya dan nabi-nabiNya dari satu zaman ke zaman yang lain untuk menagih janji fitrahNya, mengingatkan nikmat-nikmatNya tang terlupakan, menyempurnakan tabligh dan membangkitkan kekuatan-kekuatan akal yang terpendam “ 
             Ketika Nabi saw. lahir dan sebelum diangkat menjadi Nabi, bangsa Arab sudah mempunyai peradaban, demikian pula bangsa di sekitar semenanjung Arabia; Byzantium Timur dan Persia. Tetapi pada saat yang sama, beliau menyaksikan prilaku bangsa Arab yang tidak sesuai dengan akal sehat dan hati nurani. Dekadensi Moral dan kedzaliman meraja lela di mana-mana. Sehingga beliau sering menyendiri di gua Hira’. Kebiasaan menyendiri itu dilakukan beliau bertahun-tahun sampai beliau diangkat menjadi Nabi dengan turunnya lima ayat pertama dari surat al ‘Alaq. Setelah itu, beliau diperintahkan untuk memperbaiki dan meluruskan kaumnya.
             Dalam pandangan Nabi saw. kehidupan yang maju dan nyaman tidak mungkin  ditegakan di atas pengetahuan santis-empiris belaka, tetapi juga di atas moral dan iman. Peradaban yang berlandaskan kemajuan pengetahuan santis-empirisi tidak akan membawa ke kehidupan yang nyaman dan bahagia. Kaum Tsamud, ‘Âd dan raja Fir’aun dari sisi pengetahuan saintis-empiris pada masa mereka sangat maju dan mengundang decak kagum manusia modern sekarang ini. Demikian pula Byzantium dan Persia telah membangun peradaban berlandaskan pengetahuan saintis-empiris begitu maju pada masanya.Namun peradaban mereka itu dibangun di atas penderitaan orang-orang lemah dan memakan ratusan ribu nyawa yang tidak berdosa.
              Nabi saw. memahami kenyataan itu dan meresapi kehidupan yang tidak adil itu. Peradaban seperti itu dianggap sebagai peradaban jahiliyyah. Untuk itu, beliau ingin merekonstruksi peradaban menjadi peradaban yang memberikan rasa keadilan dan kenyamanan.

Pilar-Pilar Peradaban Islam

               Sebelum membahas pilar-pilar peradaban Islam, perlu dijelaskan bahwa harus dibedakan antara peradaban Islam dengan peradaban Arab. Arab sebagai bangsa, baik bangsa Arab klasik, seperti Tsamud, ‘Ad dan Quraisy, atau bangsa Arab setelah Islam, mempunyai peradaban tersendiri. Seperti halnya, barat sebagai bangsa, baik Barat pada masa Romawi kuno, atau Barat modern, mempunyai peradaban tersendiri, mekipun agama terkadang memberikan pengaruh terhadap peradaban mereka. Peradaban mereka, Arab, Barat dan bangsa lain, mengalami jatuh-bangun dan jaya-surut. Jatuh-bangun peradaban mereka tergantung sejauh mana mereka menjaga empat elemen peradaban, yang telah disebutkan oleh Kâdzim Makki; peradaban mereka dibangun berdasarkan khazanah kamanusiaan, pengetahuan, pengalaman, dan struktur geografis mereka.
               Sementara peradaban Islam dibangun di atas nilai-nilai yang turun dari Allah swt. Ketika sebuah bangsa dapat menyerap dan melaksanakan nilai-nilai itu, maka bangsa itu membangun peradaban Islam. Peradaban yang dibangun tidak di atas nilai-nilai Ilâhi dianggap sebagai peradaban jahiliyyah, meskipun maju dalam hal pengetahuan saintis-empirisnya.
               Dengan demikian, adalah salah kaprah jika peradaban Islam dibandingkan dengan perdaban Barat, sehingga muncul penilaian, Manakah di antara keduanya yang lebih tinggi ?, karena perbedaan antara keduanya bersifat vertikal. Yang satu berlandaskan nilai-nilai Ilâhi dan yang lain berlandaskan empat elemen tersebut. Menjadi tepat jika perbandingan itu antara peradaban Barat dengan peradaban Arab atau negara Islam, yang perbedaannya bersifat horisontal.
Oleh karena sumber utama Islam adalah Qur’an dan Hadis, maka untuk mengetahui apa saja nilai-nilai yang menjadi pilar peradaban Islam, kita harus kembali ke dua sumber itu.

1. Ilmu Pengetahuan.
               Sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah syarat pertama dan utama bagi majunya sebuah bangsa. Tanpa pengetahuan sebuah bangsa akan tertinggal, bahkan akan binasa. Menurut Muhammad Taqi Misbah dan Muhammad Baqir Shadr bahwa berpengetahuan merupakan sesuatu yang aksioma (badîhî) dan tidak perlu dipertanyakan lagi, apalagi diperdebatkan, karena ia bagian dari ciri yang paling utama bagi manusia, atau menurut Muthahhari, berpengetahuan adalah bagian dari fitrah manusia.
               Qur’an banyak mengajak manusia agar merenungi benda-benda yang ada di jagat raya dan menantang manusia untuk menyibak rahasia-rahasia alam semesta. Misalnya ayat yang berbunyi,” Hai kelompok jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus lorong-lorong langit dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak dapat menembusnya kecuali dengan sulthan “.Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘sulthan ‘ dalam ayat ini adalah ilmu pengetahuan.
               Meskipun Nabi saw., menurut sebagian, seorang yang ummi (buta huruf), tetapi beliau menyuruh para sahabatnya agar belajar baca-tulis, karena kemampuan membaca dan menulis adalah syarat bagi majunya seseorang dan sebuah masyarakat. Setelah perang Badar berakhir, dan kaum Muslimin menahan sejumlah orang Musyrik Mekkah, beliau bersabda, “ Barangsiapa dari para tahanan ada yang mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh pemuda dan anak-anak Anshar, maka dia dibebaskan tanpa diminta uang tebusan “.
              Pada masa beliau, para sahabat menjadi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Itu merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa Arab yang tidak begitu memperhatikan masalah baca-tulis.
               Beliau juga sangat apresiatif terhadap pengalaman dan eksperimen orang dan bangsa lain. Beliau mempraktekkan usulan Salman al Farisi untuk membuat parit besar dalam perang Khandaq, sesuatu yang lazim dilakukan oleh pasukan Persia ketika perang menghadapi musuh. Lebih dari itu, beliau menekankan pentingnya belajar dari usia dini sampai akhir hayat, meski dengan menempuh jarak yang sangat jauh.
              Perhatian terhadap pengetahuan dan penekanan yang kuat terhadap belajar merupakan ciri yang paling menonjol dalam ajaran Islam. Hal itu menunjukkan betapa Nabi saw. ingin membangun masyarakat yang cerdas dan pandai.
Sejak memeluk Islam, bangsa Arab berubah jati dirinya dari sebuah bangsa yang terbelakang dan tidak dipertimbangkan oleh Romawi dan Persia menjadi bangsa yang disegani dan dihormati karena ilmu pengetahuan.

2. Tauhid dan Iman
              Pilar peradaban Islam yang lain adalah tawhid dan iman. Dalam Qur’an disebutkan,
“ Jika penduduk kota itu beriman dan betaqwa, niscaya Kami buka di atas mereka berkat dari langit dan bumi “.
             Hakikat tauhid dan iman kepada Allah swt. adalah membebaskan manusia dari belenggu-belenggu penghambaan kepada selain Allah. Dalam ucapan “ Tiada tuhan selain Allah “ terdapat pesan yang jelas bahwa ketundukan dan penghambaan hanya kepada Allah swt. Dalam pandangan orang yang beriman, selain Allah swt. tidak punya hak untuk disembah dan ditunduki, dan ia memandang seluruh keberadaan selainNya sama seperti dirinya sebagai hamba.
            Diriwayatkan bahwa Dihyah al Kalbi, seorang sahabat Nabi, diperintahkan oleh Nabi saw.untuk membawa surat kepada Kaisar Romawi. Pada waktu itu, setiap orang yang akan menghadapi Kaisar diharuskan sujud dihadapannya. Dihyah dengan tegas menolak itu dan berkata,”Aku datang kepadamu untuk membebaskan manusia dari menyembah selain Allah dan hanya menyembah Tuhan segala tuhan”.
             Islam tidak hanya membebaskan manusia dari segala kekuatan eksternal saja, selain Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari kekuatan internal, yaitu hawa nafsu.Karena dalam banyak ayat dan hadis diterangkan bahwa hawa nafsu cenderung ke keburukan dan kehancuran.
            Disinilah letak perbedaan antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya, termasuk peradaban Barat. Peradaban Barat secara khsusus dibangun di atas pilar ilmu pengetahuan rasional-empiris yang notabene materialistik, sama dengan peradaban yang pernah ada sebelumnya. Tidak terpikirkan dalam benak mereka, jika mereka tidak bersentuhan dengan agama apapun, bahwa peradaban yang dibangun tanpa tawhid dan iman, sehingga mengikuti hawa nafsu, justru akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Peradaban demikian biasanya tidak lepas dari kerakusan, kebebasan tanpa kendali dan dekadensi moral. Dan pada akhirnya ia menuju ke kehancuran.
             Pada dasarnya, Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt. merubah peradaban yang bersifat jahiliyyah menjadi peradaban Islam yang tegak di atas ilmu pengetahuan dan iman. Qur’an sendiri mengumpamakan,” orang-orang beriman seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, dan tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, kemudian besar dan tegak lurus di atas pokoknya, sehingga menyenangkan hati para penanamnya”.
            Muthahhari dalam mengomentari ayat ini berkata, “Sungguh betapa agung contoh yang digambarkan Allah tentang kaum Muslimin pada masa permulaan Islam. Inilah contoh yang mengarah kepada perkembangan dan kesempurnaan. Inilah contoh bagi orang-orang Mukmin yang senantiasa bergerak menuju kemajuan dan kesempurnaan”.
              Sejarah Islam pada masa itu adalah saksi akan kehebatan peradaban Islam. Will Durant, seperti yang dikutip oleh Muthahhari, berkata dalam bukunya, The Story of Civilization, “ Tidak ada peradaban yang lebih mengagumkan seperti perdaban Islam”.

Kesimpulan.

            Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah swt. bertugas merubah manusia dari kehidupan yang penuh dengan kesesatan, penyimpangan dan kezaliman ke kehidupan yang bermoral luhur dan nyaman. Untuk mencapai itu, beliau mendorong mereka agar selalu belajar dan meningkatkan pengetahuan, sebagai syarat memperoleh kemajuan dan kenyamanan. Selain pengetahuan, beliau juga mengajarkan tawhid dan iman, sebagai landasan kehidupan agar tidak rakus dan serakah.

Daftar Pustaka

Ali bin Abi Thalib, Nahj al Balâghah, Dâr al Hijrah, Qom t.t.
KBBI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1989.
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, Dâr al Kitab al Lubnâni, Beirut 1967
Dr. Muhammad Kâdzim Makki. Al Madkhal ila al Hadhârah al ‘Ashr al ‘Abbasi, Dâr al Zahra, Beirut 1990
Ibnu Atsir, al Kâmil fi al Târikh, Dâr al Kitâb al ‘Arabi, Beirut t.t.
Ja’far Subhani, Sayyidul Mursalîn, Muassasah al Nasyr al Islami, Qom t.t.
al Mas’udi, Murûj al Dzahab, Muassasah al A’lami, Beirut 1991
Hasyim Ma’ruf, Sirah al Musthafa, Mansyurat Syarif Radhi,Qom 1364
Taqi Misbah,  al Manhaj al Jadid fi Ta’lim al Falsafah, Muassasah al Nasyr al Islami, Qom 1407.
Muhammad Baqir Shadr, Falsafatuna,al Majma’ al Ilmi li Syahid Shadar,Qom1408.
Muthahhari, fithrat, Intisyârât Shadra, Qom1369
Islâm wa Muqtazayât-e Zamân, Intisyârât-e Shadra.Teheran 1372
Al Thaba’thabai, Tafsir al Mîzân, Muassasah al ‘Alami, Beirut 1991
Muhammad Farid Wajdi, al Islam fi ‘Ashr al ‘Ilmi,Dâr al Kitab al ‘Arabi, Beirut t.t.
Prof. Muhsin Qira’ati, Membangun Agama, Cahaya. Bogor 2004
Muthahhari, Islâm wa Muqtazayât-e Zamân, Intisyârât-e Shadra.Teheran 1372

Tidak ada komentar:

Posting Komentar